Profil Organisasi | Tulisan dan Makalah | Media | Berita | Hikmah | Isi Buku Tamu |
Info Kegiatan | Forum Tanya-jawab | Do'a | Galeri Foto | Link | Lihat Buku Tamu |
Judul-judul Hikmah yang lain
|
Sebait Syair yang Menghentikan Pesta Gila *) **) Mutawakkil,
diktator dinasti Abbasiah, merasa khawatir melihat kesadaran beragama
masyarakat dan kepatuhan mereka terhadap fatwa-fatwa lmam Ali bin Muhammad
AI-Hadi a.s. “Penjitat-penjilatnya" membisikkan kepadanya bahwa
lmam memimpin suatu revolusi bersenjata menentang Mutawakkil meialui
brosurbrosur yang disembunyikan di rumahnya. Suatu
tengah malam, ketika suasana sudah semakin sunyi dan semua orang sudah
tidur pulas, Mutawakkil mengutus algojo-algojonya untuk memeriksa rumah
lmam dan membawanya ke hadapannya.
Keputusan ini diambil ketika sang "Khalifah" tengah
asyik bergelimang dalam kemabukan dan pesta pora.
Utusan Mutawakkil tiba di rumah lmam.
Mereka dapati lmam tengah khusyu'
berdoa dan beribadah kepada Allah SWT, di sebuah kamar yang kosong,
beralaskan tanah dan batu-batu kecil.
Mereka memeriksa kamar-kamar lain, tapi tidak satu pun yang dapat
mereka jadikan bukti. Akhirnya mereka terpaksa berpuas hati dengan
menyeret lmam ke hadapan Mutawakkil. Setibanya
di sana, sang "Khalifah" tengah menikmati acara pestanya. Dia menyuruh lmam duduk di sampingnya. lmam
pun duduk. Mutawakkil menawarkan
segelas minuman kepada lmam. lmam menolaknya sambil berkata: "Demi
Allah! Tidak setetes arak pun
yang pernah mengalir ke dalam darah dan dagingku ini. Jauhkan ini dariku!" Mutawakkil
berkata: "Kalau begitu, bacakan syair untuk kami, agar engkau dapat
lebih menyemarakkan penari-penari dan pelayan-pelayan wanita ini." "Aku bukan penyair,
aku hanya hafal sedikit dari syair-syair masa lalu," lmam beralasan
"Tak ada pilihan lain," desak "Khalifah "Engkau
harus membacakan syair untuk kami." Kemudian lmam membawakan
syair, - yang isinya antara lain: Mereka tinggal di atas bukit-bukit yang tinggi, dikawal ketat, rapi, dikelilingi algoio-algoio yang kekar bersenjata Namun... Apakah mereka bisa aman, dari aial dan takdir llahi? Sebentar lagi. . . mereka akan diungsikan, dari
istana-istana yang kokoh, menghuni
sebuah lubang, Oh ... alangkah celakanya, malangnya. alangkah hinanya tempat tinggal itu. Suara pekikan memanggil mereka; "Mana perhiasanmu, tahtamu, kemegahanmu? mana wajah-wajah yang dulunya berseri-seri, yang seialu berselindung di balik tabir berwama-wami?" Kuburlah yang menentukan nasib mereka Waiah yang tadinya berseri, berubah meniadi sebuah kerangka. Telah lama mereka makan dan menghirup masa, tapi hari itu, mereka dihidangkan sebagai mangsa
.... Dengan nada dan suara yang berwibawa, lmam menyelesaikan syairnya. Syair itu betulbetul menusuk kedalaman jiwa hadirin, tak terkecuali Mutawakkil. Dia menghardik kendi dan semua gelas minuman yang ada di sekitarnya. Mutawakkil jatuh dan menangis seiadi-jadinya. Dengan demikian, beberapa bait syair bisa menghentikan acara pesta-pora, dan cahaya kebenaran dapat "mencuri" walau untuk sejenak, rasa angkuh dan lalai dari seseorang yang berhati baja. *) Bihar
Al-Anwar, jilid II, hal.149 **) Disunting dari buku
Kisah Sejuta Hikmah, Murtadha Muthahhari, penerbit Pustaka Hidayah |